OPINI | 24 March 2012 | 22:44
Dibaca: 484
Komentar: 15
Nihil
Heboh dan hangat ulasan-ulasan pemberitaan Film The
Raid di beberapa media, baik cetak, elektronik maupun online. Dan juga
beberapa ulasan dari kompasianer yang berkesempatan menyaksikan
pemutaran perdana karya anak bangsa yang berhasil menembus pasar
Internasional. Membaca dari ulasan-ulasan itu, sangat jelas tergambar
bahwa film ini sangatlah seru, sangat disayangkan untuk melewatkan
setiap adegan demi adegan yang disajikan.
Ada rasa kebanggan dengan kenyataan yang ada, ternyata Film kita juga
tidak kalah dengan film-film laga yang sudah lebih dulu menghiasi dunia
perfilman dunia. Ada rasa bangga juga terhadap seni bela diri asli
Indonesia yang diangkat dalam film ini, Pencak Silat. Tetapi dibalik
kebanggaan itu, ada sebuah pertanyaan yang sedikit mengganjal, tergerak
untuk sedikit beropini melihat film ini dengan Pencak silatnya dari sisi
yang lain.
Sesuai pemberitaan, The Raid merupakan sekuel dari film yang sudah rilis
sebelumnya, Merantau. Film merantau yang juga mengangkat Silat sebagai
tema cerita, menggambarkan kebiasaan Bujang Minangkabau untuk pergi
merantau dimasa muda. Berangkat dari kenyataan itu, bisa dikatakan The
Raid juga mengangkat Silat khas Minang sebagai tema laga. Dalam beberapa
ulasan, digambarkan Film The Raid ini sarat adegan mengangkan, saling
bunuh dan terkesan sangat “Brutal”
Dari sini lah teringat akan Filosofi Silat Minang yang selalu diajarkan
para orang-orang tua. Dalam deskripsi meraka para tetua. Silat itu tidak
brutal. Silat lebih pada Seni Artistik dan pertahanan (self defense).
Sifat Silat tidak dipakai untuk menyerang tapi hanya membela diri. Silat
bukan untuk membunuh tapi hanya melumpuhkan.
Dengan kenyataan diatas. Seolah Film The Raid ini mendobrak Filosofi
Silat yang diwariskan nenek moyang dulu. Sungguh sangat disayangkan,
saat sebuah kebanggan akan Film Nasional berhasil menembus pasar
Internasional, sedang disisi lain ada sebuah deskripsi Silat yang
berbeda yang tergambar dalam Film.
Kita mungkin senang dengan adanya Film ini, dunia Internasional akan
lebih mengenal seni bela diri Silat dan mungkin juga mereka akan
mempelajari.
Hanya ada sebuah kekhawatiran. Apakah diantara kita ada yang mau, Dunia
mengenal Silat sebagai sebuah bela diri yang Brutal. Apakah diantara
kita ada yang mau, saat anak-anak kita, saat generasi penerus kita
berkeinginan belajar Silat karena Silat itu juga bisa dipakai untuk
menyerang, bisa dipakai untuk jago-jagoan.
Sungguh sangat disayangkan. Harapan semoga kedepannya yang ingin
mengangkat Silat dalam sebuah tema cerita, sebaiknya juga mempelajari
Filosofi Silat itu sendiri, jangan memberikan deskripsi Silat yang
berbeda pada dunia.